Jumat, 27 Mei 2016

Hal yang Menandakan Intensitas Olahraga Terlalu Ringan

Dibandingkan tidak olahraga sama sekali, olahraga ringan jelas lebih bermanfaat. Namun untuk mendapatkan hasil yang optimal, tidak ada salahnya naik ke level yang lebih tinggi.

Tanpa disadari, rajin olahraga membuat kemampuan fisik seseorang terus meningkat. Olahraga tertentu yang semula terasa berat, lama-kelamaan akan terasa semakin ringan dan kurang menantang. Pada saat itulah, tantangan dibutuhkan.

Namun tidak semua orang peka dalam mengenali batas-batas kemampuan fisiknya. Terlebih, munculnya perasaan malas, bosan, dan kurang motivasi bisa mengacaukan persepsi tentang kemampuan fisik yang sesungguhnya.

Beberapa hal yang bisa menunjukkan bahwa level olahraga masih bisa ditingkatkan antara lain sebagai berikut, seperti dikutip dari bodyandsoul, Senin (23/5/2016).


1. Terasa kelewat mudah

Olahraga memang tidak seharusnya terasa menyiksa, tetapi bukan berarti harus kelewat gampang. Pada level tertentu, olahraga tetap bisa dinikmati tapi sekaligus tetap menantang.
Petunjuk pertama adalah jujur pada diri sendiri, benarkah intensitas olahraga yang dilakukan saat ini terasa kelewat gampang? Jika ya, maka tingkatkan sampai pada batas kemampuan fisik.
2. Denyut jantung tidak meningkat banyak
Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal saat olarhaga, denyut jantung adalah kuncinya. Itu sebabnya, banyak perangkat wearable untuk memonitor denyut jantung begitu populer. Tanda paling mudah dan paling akurat untuk dimonitor saat olahraga adalah denyut jantung.
Bagaimana mengenali intensitas olahraga berdasarkan denyut jantung? Panduan yang umum digunakan adalah 'denyut jantung maksimal' yang dihitung dengan rumus: 220 - usia (dalam tahun). Olahraga yang baik seharusnya memacu denyut jantung hingga rentang 60-80 persen dari denyut maksimal.
3. Tidak banyak berkeringat
Berkeringat adalah mekanisme tubuh untuk mendinginkan diri. Selain saat kegerahan, mekanisme ini berjalan saat suhu tubuh mengalami peningkatan akibat denyut jantung yang meningkat. Ini hanya akan terjadi saat berolahraga dengan intensitas menengah atau tinggi.
"Walau beberapa orang berkeringat lebih banyak dari yang lain, Anda tetap harus ada keringat yang kelihatan, yang artinya Anda telah berolahraga cukup keras," kata Kayla Itsines, seorang personal trainer dalam sebuah wawancara dengan WebMD.
4. Menyelesaikan repetisi tanpa kesulitan
Lagi-lagi, olahraga adalah soal tantangan. Saat intensitasnya terlalu mudah, maka tidak sulit bagi seseorang untuk melakukannya dengan lancar bahkan tanpa berkeringat.
Untuk mengenali batas kemampuan fisik, paling mudah adalah dengan meningkatkan beban pada setiap repetisi atau pengulangan. Gunakan beban paling ringan sebagai pemanasan pada repetisi pertama, lalu tingkatkan sedikit demi sedikit sampai 'failed' atau gagal sama sekali menyelesaikan satu repetisi.
5. Tidak kelihatan hasilnya
Biasanya, seseorang punya target tetentu dalam berolahraga. Sebagian menargetkan penurunan berat badan, pencapaian bentuk tubuh idaman, atau mungkin lebih teknis lagi peningkatan kapasitas oksigen maksimal atau VO2max.
Olarhaga yang baik, akan memberikan progress atau peningkatan positif menuju target tersebut. Pada satu titik ketika grafik pencapaian telah menunjukkan stagnansi atau tidak meningkat maupun turun, maka saat itulah intensitas olahraga perlu ditingkatkan.
Sumber: health.detik.com




Tekan Biaya Kesehatan JKN, Program Pencegahan Penyakit Digalakkan


Akibat klaim berobat lebih besar dibandingkan penerimaan iuran peserta, pendanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diperkirakan masih akan defisit sampai beberapa tahun ke depan.

Sejumlah upaya dilakukan Kementrian Kesehatan dan juga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan untuk menekan defisit. Salah satunya adalah lebih fokus pada program pencegahan penyakit.

Data terakhir menunjukkan, rasio klaim JKN 2014 yang disesuaikan 120 persen atau defisit Rp 5,6 triliun. Pendapatan iuran Rp 27,7 triliun dan biaya layanan Rp 33,3 triliun. Keberlanjutan JKN memang harus dijaga, terlebih masyarakat sudah merasakan manfaatnya.

Memang saat ini pemerintah sudah menaikkan iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) kelas III Rp 30.000, kelas II Rp 51.000, dan kelas I Rp 80.000. Pada peraturan sebelumnya, iuran PBPU kelas III Rp 25.500, kelas II Rp 42.500, dan kelas III Rp 59.500. 

Adapun iuran untuk peserta PBI di aturan sebelumnya sebesar Rp 19.225 per orang per bulan dan kini dinaikkan menjadi Rp 23.000 per orang per bulan. 

BPJS Kesehatan juga terus berusaha kepesertaan para pekerja yang masih berusia muda dan sehat menjadi peserta JKN, melalui perusahaan-perusahaan.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat drg.Oscar Primadi MPH, mengatakan berapa pun biaya yang dianggarkan pemerintah tetap akan habis jika pencegahan dan pengendalian penyakit tidak dilakukan.

"Saat ini ada 5 penyakit katrastopik yang berbiaya tinggi dan menyedot biaya kesehatan, yaitu jantung, kanker, persalinan caesar, hipertensi, dan gagal ginjal," katanya saat berbincang dengan media di Jakarta (26/5/2016).

Pada 2015, ada 1,3 juta orang atau 0,8 persen peserta JKN mendapat layanan penyakit katastropik, terutama penyakit jantung dan gagal ginjal. Namun, pembiayaan penyakit katastropik 23,9 persen dari biaya kesehatan.

"Penyakit-penyakit katrastopik ini umumnya disebabkan oleh gaya hidup masyarakat yang kurang sehat. Makanya saat ini akan difokuskan untuk meningkatkan upaya pencegahan dengan menggalkan program hidup bersih dan sehat," kata Oscar.

Tujuan dari program pencegahan penyakit tentu saja agar jumlah orang yang sakit dan menggunakan JKN bisa ditekan. Untuk mendukung upaya tersebut, Kemenkes kembali melanjutkan program Pencerah Nusantara, yaitu mengirimkan tim tenaga kesehatan ke sejumlah daerah pelosok.
Tim ini terdiri dari dokter, sarjana kesehatan masyarakat, ahli gizi, analis kesehatan, hingga ahli sanitasi lingkungan.

Target dari tim Pencerah Nusantara bukan hanya menyediakan layanan kesehatan dasar bagi masyarakat di daerah terpencil, tapi mengutamakan upaya promotif dan preventif, melibatkan masyarakat, dan menguatkan sumber daya manusia lokal.

Sumber: kompas.com

Lembaga Pengelola Dana Bergulir Dorong Anak Muda Jadi Pengusaha


Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), Kementerian Koperasi dan UKM saat ini tengah gencar mendorong agar generasi muda mau berwirausaha.
"LPDB mendorong anak muda untuk berusaha salah satunya dengan bekerjasama dengan franchise binaan LPDB yang mendapatkan dana bergulir dari LPDB," ujar Direktur Utama LPDB Kemas Danial dalam sambungan telepon kepada Kompas.com,Jumat (27/05/2016).
Sebelumnya pada Jambore HIPMI Perguruan Tinggi Se-ASEAN, Kemas menyebutkan, jumlah UMKM dari tahun ke tahun tumbuh secara signifikan.
"Dari tahun 1997 sampai 2012, jumlah UMKM di Indonesia tumbuh sebesar 42,17 persen. Dilihat dari segi jumlah tenaga kerja, dari yang hanya 65,6 juta jiwa di tahun 1997 naik hampir dua kali lipat menjadi 107,65 juta jiwa di tahun 2012," ujar Kemas.
Kemas pun berpendapat, anak muda kebanyakan cita-citanya masih sama, yaitu menjadi karyawan di perusahaan ternama.
Pemikiran semacam itu menyebabkan pengangguran terdidik di Indonesia semakin tinggi jumlahnya.
Per Agustus 2015, sebanyak 7,56 juta jiwa penduduk Indonesia bestatus tuna karya.
Dengan itu LPDB kini tengah gencar mendorong agar anak muda mau berwirausaha dan menciptakan lapangan kerja baru.
"Dengan merespon keinginan anak muda dalam berwirausaha, LPDB menluncurkan program training dan juga bunga pinjaman di sektor ril sebesar 0,2 persen per bulan," tambah Kemas.
"LPDB sebagai Satuan Kerja Kementerian Koperasi dan UKM siap membantu kebutuhan permodalan para pelaku Koperasi dan UMKM, silahkan ajukan proposal permohonannya," pungkas Kemas.
"Dengan itu, LPDB mengharapkan usaha dari generasi muda akan tumbuh di semua bidang dan akan berdampak pada penurunan angka pengangguran seiring munculnya lapangan kerja baru," jelas Kemas.

Sumber: kompas.com

Singapura Bukan Lagi Surga Belanja

Ruangmuka toko yang kosong di distrik perbelanjaan Singapura mungkin akan menjadi pemandangan umum. 

Sebelumnya, pusat Singapura, Orchard Road, menjadi magnet bagi para turis untuk menikmati berbelanja di mal dan departemen store Jepang, Takashimaya. Sejak 2009, pusat belanja ini terus meningkat hingga mencapai level tertinggi. 

Namun kemudian, perekonomian di sekitar wilayah tersebut harus berjuang dengan lambatnya pertumbuhan ekonomi, mengatasi perlambatan pembelanjaan konsumen, sementara para broker properti ingin para riteler melakukan skalasi ulang dan menutup toko. 

Harga sewa mal terus turun dari puncaknya di 2014, tetapi tetap saja tidak bisa meyakinkan sejumlah brand besar untuk bertahan di sana. 

Berikut lima alasan mengapa Singapura tidak bisa lagi mepertahankan statusnya sebagai surga belanja: 

1. Tech Savvy

Warga Singapura merupakan pembelanja paling tech savvy di Asia, dengan jumlah pembelanja online lebih banyak dibanding konsumen di Hong Kong dan Malaysia. 

"Ritel berubah sebab e-commerce dan mal-mal perlu mereposisi diri mereka untuk menghadapi masa mendatang," kata  John Lim, chief executive officer di ARA Asset Management, yang memiliki sejumlah mal di Singapura, Hong Kong dan Malaysia.

Mal harus melakukan fokus model baru pada outlet makanan, entertainment, layanan dan perbankan dan lebih sedikit fesyen dan produk konsumer, lanjut dia. 


2. Toko-toko yang Tutup

Sejumlah peritel besar hengkang dari Singapura. Al-Futtaim Group, distributor untuk sejumlah brand besar seperti Marks & Spencer dan Zara, berencana menutup 10 toko di Singapura tahun ini, walaupun grup ini tetap membuka toko di Malaysia dan Indonesia. 

Merek Inggris New Look dan jaringan ritel pakaian pria asal Perancis Celio berencana menutup toko di semester II tahun ini. 

Serta, lebih banyak tenant akan mengikuti jejak riteler besar tersebut, menurut broker properti Cushman & Wakefield Inc. 


3. Dampak Ekonomi China

Seperti halnya Hong Kong, Singapura juga terdampak pada perlambatan ekonomi China. Turis dan pembelian dari China menurun, atau membelanjakan uangnya sehemat mungkin. 

"Turis China datang ke Singapura lebih untuk menikmati pengalaman ketimbang membeli barang-barang," kata Christine Li, Direktur Riset Cushman & Wakefield di Singapura. 

"Dunia dan globalisasi membuat orang bisa dengan mudah menemukan barang yang sama di mana saja. Diferensiasi jadi kunci utama memenangkan persaingan antar ritel, tapi di Singapura tidak terlihat atau jarang," lanjut dia. 

4. Perekonomian yang Sulit

Para pembelanja domestik juga turut mengetatkan uang belanjanya. Akibatnya, harga konsumen Singapura turun sepanjang 17 bulan berturut-turut di Maret, sebagai periode penurunan terlama. 

Hal ini menunjukkan dampak dari penurunan harga minyak dan melemahnya perekonomian. Jika perekonomian terus melemah dan banyak PHK terjadi, maka sewa tempat perbelanjaan bisa turun 5 persen tahun ini, menurut Colliers International. 

5. Pasokan Mal Meningkat

Suplai mal meningkat dan menekan harga sewa dan meningkatkan level kosong. Singapura akan menambah 4 juta kaki persegi untuk ruang ritel dalam tiga tahun kedepan, menurut data Cushman & Wakefield.


Sumber: kompas.com

Korban Bullying Bisa Jadi Seorang Psikopat


Saat seseorang jadi korban bullying, dampak negatif yang dia rasakan akan terus terbawa hingga dia dewasa. Yap, dampak negatif ini akan terus menempel pada diri si korban dan terus bikin dia merasa buruk tentan dirinya sendiri. Hentikan bullying, karena korban bullying bisa jadi psikopat bila dampak negatif ini terus memengaruhinya.

"Kalau efeknya bagi korban bullying, pasti merasa kurang percaya diri, mudah stres, depresi, bahkan bisa bunuh diri," ujar Nana Gerhana, M.Psi., Psikolog kepada Kompas.com, saat ditemui dibilangan Jakarta Pusat, Kamis lalu (19/5/2016).

Nana juga menjelaskan, korban bullying ini biasanya terlihat tidak memiliki teman, selalu menyendiri. Kondisi tersebut terjadi karena si korban terlalu sering menjadi korban bullying sehingga membuat mereka takut, minder, dan menyebabkan konsep dirinya jelek.

"Jika ada anak yang seperti ini, harus cepat ditangani, dibantu oleh guru atau konselor secara rutin. Sehingga anak tersebut bisa mengeluarkan apa yang dirasakannya," kata Nana.


Mentalnya jadi enggak sehat

Orang yang sering mendapat bullying enggak akan sehat mentalnya. Sementara orang yang enggak ehat mentalnya, kemungkinan kecil untuk mencapai kesuksessan. Oleh karena itu, betapa pentingnya untuk membantu korban dari bullying ini agar mereka bangkit, dan juga mengurangi kegiatan bullying yang dilakukan orang-orang, terutama yang terjadi di sekolah.

Sebab, seperti apa yang dijelaskan oleh Nana bahwa orang yang selalu menjadi korban bullying enggak akan pernah merasa bahagia. Efek lainnya juga terlihat dari akademisnya yang menurun. Kemudian, mereka akan menarik diri dari lingkungan dan enggak percaya diri sehingga mengisolasi kehidupannya sendiri.

"Mereka enggak akan menemui makna hidup dan akan membenci dirinya sendiri serta orang lain, bahkan kepada Tuhan. Mereka selalu menyalahkan diri sendiri, sehingga bisa menyebabkan perilaku negatif seperti kriminalitas yang berujung psikopat," jelasnya.

Oleh karena itu, sudah seharusnya kita lebih bisa menghargai orang lain. Kenali dulu lebih dekat sebelum kita menilai. Jangan asal men-judge dan membully-nya. Bukankah lebih menyenangkan jika kita bisa saling menerima perbedaan?

Sumber: kawanku.com
dengan sedikit tambahan

Minat Mahasiswa Masih Minim


Minat mahasiswa untuk berwirausaha dinilai masih minim. Padahal, Indonesia masih memerlukan sekitar 1,7 juta wirausaha dari kalangan generasi muda. Dengan demikian, jumlah pengusaha di Indonesia bisa mencapai 2 persen dari total jumlah penduduk. 

Untuk itu, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengadakan Jambore Hipmi Perguruan Tinggi se-ASEAN di Bandung, Jawa Barat, pada 23-26 Mei 2016 lalu.

"Berdasarkan survei Hipmi, minat mahasiswa untuk menjadi wirausaha hanya sekitar 4 persen. Kecenderungan menjadi karyawan lebih banyak, 83 persen." Kata Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Hipmi Bahlil Lahadalia.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah wirausaha di Indonesia hanya sekitar 1,65 persen dari total populasi penduduk. Padahal, di Singapura, sekitar 7 persen penduduk menjadi wirausaha. Di Tiongkok dan Jepang lebih besar persentasenya, yakni 10 persen.

"Apabila ingin menaikkan rasio jumlah penduduk yang menjadi wirausaha menjadi 4 persen, Indonesia butuh 6 juta generasi muda untuk berwirausaha." Ujar Bahlil.

Menurut Bahlil, jika tidak ada dorongan bagi mahasiswa untuk berwirausaha, Indonesia akan dibanjiri investor dari luar negeri. Akibatnya, warga Indonesia malah tidak bisa menjadi pemain di negeri sendiri. Perwujudan kedaulatan ekonomi Indonesia membutuhkan generasi muda yang kompetitif dan mampu bersaing dengan negara lain.

Jambore ini diharapkan memunculkan generasi muda yang mampu menularkan semangat wirausaha kepada mahasiswa lain di kampus. "Mereka dapat memainkan peran mengubah pola pikir anak muda yang sebelumnya ingin jadi karyawan menjadi wirausaha." Kata Bahlil.

Secara terpisah, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan UKM Prakoso Budi Susetyo menuturkan, pemerintah terus mendorong semangat berwirausaha, termasuk bagi kalangan mahasiswa. Kegiatan yang dilakukan antara lain memberi pelatihan kewirausahaan, pengelolaan usaha dan keuangan, serta magang.

"Tahun lalu ada sekitar 85.000 peserta yang 60 persen diantaranya dari kalangan mahasiswa." Kata Prakoso.

Prakoso berharap, survei ekonomi yang dilakukan Badan Pusat Statistik tahun ini akan mwnunjukkan perbaikan jumlah wirausaha di Indonesia. Jumlah wirausaha di Indonesia diharapkan mencapai 2 persen dari jumlah penduduk.

Oleh karena itu, dengan semangat para mahasiswa yang berjualan di kampus mulai dari makanan kecil, hingga menawarkan jasa foto kopi patut diacungi jempol. Karena mereka selalu bisa melihat peluang yang ada untuk melakukan kegiatan bisnis. Yang pasti, bisnisnya harus yang positif.

Dikutip dari Harian Kompas, edisi Jumat, 20 Mei 2016
dengan sedikit tambahan.

Jumat, 20 Mei 2016

Neraca Pembayaran, Arus Modal Asing, dan Utang Luar Negeri


A.   Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan (yang terdiri dari neraca perdagangan, neraca jasa dan transfer payment) dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
1.      Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2.      Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.


B.   Arus Modal Masuk
Transaksi modal menggambarkan aliran keluar masuk modal di antara Indonesia dengan negara-negara lain. Dalam arus modal, dicatat dua golongan transaksi, yaitu:
·         Aliran modal pemerintah. Aliran ini dapat berupa pinjaman dan bantuan dari negara-negara asing yang diberikan kepada pemerintah.
·         Aliran modal swasta. Aliran modal swasta, terdiri atas investasi langsung, investasi portofolio, dan amortisasi. Investasi langsung adalah investasi untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan. Investasi portofolio adalah investasi dalam bentuk membeli saham-saham di negara lain. Amortisasi adalah pembelian kembali saham-saham atau kekayaan lain yang pada masa lalu telah dijual kepada penduduk negara lain.


C.   Utang Luar Negeri

Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.


Utang Luar Negeri Indonesia

Struktur pembiayaan pembangunan Indonesia selama pelaksanaan PJPT I banyak bergantung pada bantuan luar negeri dan perolehan dari ekspor minyak bumi. Hal tersebut dapat dimaklumi karena pada tahun 1970-an terjadi boom minyak bumi di pasaran dunia sehingga perekonomian kita sangat tergantung pada perolehan devisa dari hasil ekspor migas. Tetapi merosotnya harga minyak bumi dipasaran dunia pada tahun 1980-an mengingatkan bahwa kita tidak mungkin selamanya tergantung dari hasil ekspor migas, sehingga perlu dipacu perkembangan sektor non migas untuk meningkatkan perolehan devisa dari ekspor sektor ini.

Dalam hal pelaksanaan pendanaan bagi pembangunan negara diarahkan untuk berlandaskan pada kemampuan diri sendiri (berdikari), disamping dapat juga memanfaatkan sumber lainnya sebagai pelengkap, namun diusahakan tidak menjadi tergantung (khususnya) dari sumber dana dari luar negeri yang berbentuk hutang luar negeri. Implikasi dari besarnya hutang akan membuat rapuh kinerja perekonomian nasional. Dimana muara akhir dampak besarnya hutang luar negeri tersebut akan ditanggung oleh masyarakat banyak.

Dapat dikatakan sekarang ini Indonesia telah terjebak oleh utang luar negeri (debt trap) sekaligus menaikkan rangking kelas sebagai sebagai salah satu negara penghutang kelas berat di dunia. Faktor eksternal seperti Yendaka merupakan gejla yang tidak dapat ditolak bagi Indonesia.

Masalah utang luar negeri sebenarnya merupakan masalah bagi setiap negara, Amerika Serikat (AS) yang merupakan salah satu negara adi kuasa juga mempunyai utang luar negeri. Namun bagi negara berkembang, masalah ini, tidak hanya klasik namun juga telah menjadi rumit. Masalah utang  luar negeri bagi negara kita, harus dilihat dari banyak  segi (integral comprehenship), dan tidak dapat dilepaskan dari rangkaian sejarah pembangunan perekonomian nasional yang telah berjalan selama 50 tahun pasca Indonesia merdeka.

Utang luar negeri kita dapat dilihat dari perspektif absolut dan relatif.

Secara absolut perlu diketahui komposisi utang (apakah lebih banyak hutang swasta atau yang disebut privat debt terhadap utang resmi atau public and publicy quaranted debt), syarat utang (jatuh tempo atau maturities berupa tingkat lunaknya serta tingkat suku bunganya) biasanya lebih besar bila utang diperoleh melalui jalur umum dan lebih ringan kita melalui jalur pemerintah (bank dunia/ IMF).

Secara absolut utang luar negeri kita juga dapat dapat dilihat dalam kontrak neraca pembayaran luar negeri dan anggaran dasar. Semakin besar rasio hutang terhadap ekspor atau GDP dan semakin besar porsi pembayaran bunga dan cicilan hutang terhadap pengeluaran anggaran total, maka semakin dalam hutang merasuk kedalam perekonomian nasional. Tapi rasio atau angka juga suka diperbandingkan dengan negara berhutang lainnya.

Secara relatif jumlah utang Indonesia relatif lebih sedikit dari negara-negara Amerika Latin. Ada berbagai masalah political economy yang tersangkut dalam masalah utang luar negeri ini dalam era saat ini. Ini mencakup segi-segi persepsi mengenai anggaran, masalah pegawai negeri dan aspek keamanan. Mengenai anggaran kita ketahui bahwa peran anggaran telah berubah dari motor penggerak ekonomi menjadi faktor yang justru kontraktif, atau lebih sering disebut konservatif dalam upaya menggerakkan pertumbuhan. Restrukturisasi dibidang APBN adalah beralihnya peran minyak sebagai sumber anggaran ke pajak.

 Dalam era saat ini dapat disimpulkan bahwa bila disatu pihak izin atau ketentuan dipermudah (baca: biaya produksi lebih murah) maka dipihak lain pajak (baik pajak penghasilan maupun pajak pertambahan nilai) meningkat perannya sebagai sumber anggaran. Tetapi persoalannya tidak berhenti disini. Tidak dapat dipungkiri bahwa utang luar negeri telah berfungsi sebagai injeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan cara menutup defisit anggaran pembangunan dan defisit neraca pembayaran (kuncoro, 1994).

Namun tidak dapat dipungkiri terdapat kendala-kendala terhadap utang luar negeri yang kita terima yang semakin meningkat setiap tahunnya seperti :

1. Fakta bahwa selama ini semua komitmen bantuan atau pinjaman luar negeri berhasil dicairkan atau alokasi dana pinjaman tidak sepenuhnya mampu terserap dalam berbagai sektor kegiatan. Karena studi kelayakan proyek belum dikuti studi evaluasi bagi proyek yang telah berjalan untuk menilai efektivitas dan efisiensi penggunaan bantuan luar negeri.

2. Semakin meningkatnya utang luar negeri kita baik kepada negara-negara donor maupun lembaga-lembaga keuangan internasional yang tergantung dalam CGI.

3. Selain itu penanaman modal asing atau PMA yang bertujuan meningkatkan investasi dapat menyebabkan terjadinya capital flight atau pelarian modal keluar negeri apabila tidak dilakukan kontrol dan kebijakan yang tepat oleh pemerintah.

4. Utang luar negeri yang dilakukan oleh swasta sekalipun proporsinya lebih kecil (40%) dibandingkan pemerintah (60%). Tetapi kebanyakan berbentuk pinjaman komersial jangka pendek (1-3 tahun) dengan tingkat bunga yang cukup tinggi (10% - 15 % pertahun) yang tentu saja sangat berisiko apabila tidak dikelola dengan baik dapat dapat menyebabkan semakin meningkatkan volume utang luar negeri kita dan berakibat pada besarnya angka debt service ratio (DSR).

 5. Semakin berakumulatifnya utang luar negeri maka semakin responsif terhadap gejolak nilai tukar mata uang negara donor utama. Kesemua hal-hal ini yang telah disebut diatas menimbulkan suatu dilema terhadap bantuan luar negeri kita. Untuk itu dibutuhkan strategi yang dapat digunakan untuk memanfaatkan dana luar negeri yang tersedia tersebut agar seefektif dan seefisien mungkin.


Materi Referensi



Perdagangan Luar Negeri


A.   Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun, dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional

Teori Perdagangan Internasional

1. Pandangan Kaum Merkantilisme

Merkantilisme merupakan suatu kelompok yang mencerminkan cita-cita dan ideologi kapitalisme komersial, serta pandangan tentang politik kemakmuran suatu negara yang ditujukan untuk memperkuat posisi dan kemakmuran negara melebihi kemakmuran perseorangan. Teori Perdagangan Internasional dari Kaum Merkantilisme berkembang pesat sekitar abad ke-16 berdasar pemikiran mengembangkan ekonomi nasional dan pembangunan ekonomi, dengan mengusahakan jumlah ekspor harus melebihi jumlah impor.

Dalam sektor perdagangan luar negeri, kebijakan merkantilis berpusat pada dua ide pokok, yaitu:

a. pemupukan logam mulia, tujuannya adalah pembentukan negara nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasonal untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara tersebut;

b. setiap politik perdagangan ditujukan untuk menunjang kelebihan ekspor di atas impor (neraca perdagangan yang aktif). Untuk memperoleh neraca perdagangan yang aktif, maka ekspor harus didorong dan impor harus dibatasi. Hal ini dikarenakan tujuan utama perdagangan luar negeri adalah memperoleh tambahan logam mulia.

Dengan demikian dalam perdagangan internasional atau perdagangan luar negeri, titik berat politik merkantilisme ditujukan untuk memperbesar ekspor di atas impor, serta kelebihan ekspor dapat dibayar dengan logam mulia. Kebijakan merkantilis lainnya adalah kebijakan dalam usaha untuk monopoli perdagangan dan yang terkait lainnya, dalam usahanya untuk memperoleh daerah-daerah jajahan guna memasarkan hasil industri. Pelopor Teori Merkantilisme antara lain Sir Josiah Child, Thomas Mun, Jean Bodin, Von Hornich dan Jean Baptiste Colbert.

2. Teori Keunggulan Mutlak (Absolut Advantage) oleh Adam Smith

Dalam teori keunggulan mutlak, Adam Smith mengemukakan ide-ide sebagai berikut.

a. Adanya Division of Labour (Pembagian Kerja Internasional)
dalam Menghasilkan Sejenis Barang Dengan adanya pembagian kerja, suatu negara dapat memproduksi barang dengan biaya yang lebih murah dibanding negara lain, sehingga dalam mengadakan perdagangan negara tersebut memperoleh keunggulanmutlak.

b. Spesialisasi Internasional dan Efisiensi Produksi
Dengan spesialisasi, suatu negara akan mengkhususkan pada produksi barang yang memiliki keuntungan. Suatu Negara akan mengimpor barang-barang yang bila diproduksi sendiri (dalam negeri) tidak efisien atau kurang menguntungkan, sehingga keunggulan mutlak diperoleh bila suatu Negara mengadakan spesialisasi dalam memproduksi barang.

Keuntungan mutlak diartikan sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan banyaknya jam/hari kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang produksi. Suatu negara akan mengekspor barang tertentu karena dapat menghasilkan barang tersebut dengan biaya yang secara mutlak lebih murah daripada negara lain. Dengan kata lain, negara tersebut memiliki keuntungan mutlak dalam produksi barang.

Jadi, keuntungan mutlak terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap satu macam produk yang dihasilkan, dengan biaya produksi yang lebih murah jika dibandingkan dengan biaya produksi di negara lain
3. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) oleh David Ricardo

David Ricardo menyampaikan bahwa teori keunggulan mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith memiliki kelemahan, di antaranya sebagai berikut.

a. Bagaimana bila suatu negara lebih produktif dalam memproduksi dua jenis barang dibanding dengan Negara lain?

Sebagai gambaran awal, di satu pihak suatu negara memiliki faktor produksi tenaga kerja dan alam yang lebih menguntungkan dibanding dengan negara lain, sehingga negara tersebut lebih unggul dan lebih produktif dalam menghasilkan barang daripada negara lain. Sebaliknya, di lain pihak negara lain tertinggal dalam memproduksi barang. Dari uraian di atas dapat disimpilkan, bahwa jika kondisi suatu negara lebih produktif atas dua jenis barang, maka negara tersebut tidak dapat mengadakan hubungan pertukaran atau perdagangan.

b. Apakah negara tersebut juga dapat mengadakan perdagangan internasional?

Pada konsep keunggulan komparatif (perbedaan biaya yang dapat dibandingkan) yang digunakan sebagai dasar dalam perdagangan internasional adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, motif melakukan perdagangan bukan sekadar mutlak lebih produktif (lebih menguntungkan) dalam menghasilkan sejenis barang, tetapi menurut David Ricardo sekalipun suatu negara itu tertinggal dalam segala rupa, ia tetap dapat ikut serta dalam perdagangan internasional, asalkan Negara tersebut menghasilkan barang dengan biaya yang lebih murah (tenaga kerja) dibanding dengan lainnya.

Jadi, keuntungan komparatif terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap kedua macam produk yang dihasilkan, dengan biaya tenaga kerja yang lebih murah jika diban-dingkan dengan biaya tenaga kerja di negara lain
4. Teori Permintaan Timbal Balik (Reciprocal Demand) oleh John Stuart Mill

Teori yang dikemukakan oleh J.S. Mill sebenarnya melanjutkan Teori Keunggulan Komparatif dari David Ricardo, yaitu mencari titik keseimbangan pertukaran antara dua barang oleh dua negara dengan perbandingan pertukarannya atau dengan menentukan Dasar Tukar Dalam Negeri (DTD). Maksud Teori Timbal Balik adalah menyeimbangkan antara permintaan dengan penawarannya, karena baik permintaan dan penawaran menentukan besarnya barang yang diekspor dan barang yang diimpor.
Jadi, menurut J.S. Mill selama terdapat perbedaan dalam rasio produksi konsumsi antara kedua negara, maka manfaat dari perdagangan selalu dapat dilaksanakan di kedua negara tersebut. Dan suatu negara akan memperoleh manfaat apabila jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk membuat seluruh barangbarang ekspornya lebih kecil daripada jumlah jam kerja yang dibutuhkan seandainya seluruh barang impor diproduksi sendiri.

B.   Perkembangan Ekspor Indonesia

   
(Dalam US$)
Sektor
2012
2013
2014
2015
Peran
Th. 2015 (%)
I. MIGAS
36.977.261.378
32.633.031.285
30.331.863.792
24.253.173.022
15,05%
    1. Minyak Mentah
12.293.410.847
10.204.709.564
9.528.227.064
8.316.679.551
5,16%
    2. Hasil Minyak
4.163.368.221
4.299.127.072
3.623.353.404
2.361.713.411
1,47%
    3. Gas
20.520.482.310
18.129.194.649
17.180.283.324
3.234.002.422
2,01%
    4. Gas Alam
0
0
0
10.340.777.638
6,42%
II. NON MIGAS
153.043.004.652
149.918.763.416
145.960.796.463
136.922.728.667
84,95%
    1. Pertanian
5.569.216.244
5.712.976.032
5.770.578.795
5.629.855.373
3,49%
    2. Industri
116.125.137.766
113.029.939.287
117.329.856.169
106.662.885.581
66,18%
    3. Pertambangan
0
0
0
19.405.276.123
12,04%
    4. Tambang
31.329.944.921
31.159.534.218
22.850.041.499
5.192.401.348
3,22%
    5. Lainnya
18.705.721
16.313.879
10.320.000
32.310.242
0,02%
TOTAL
190.020.266.030
182.551.794.701
176.292.660.255
161.175.901.689
100,00%


Peran Ekspor Kelompok Hasil Industri Terhadap Total Ekspor Hasil Industri


(Dalam US$)       Klik nama kelompok untuk data lebih rinci. Klik tahun untuk mengubah urutan (sort).
Kelompok Hasil Industri
Peran
Th. 2015 (%)
23.396.998.187
20.660.402.210
23.711.550.465
20.746.988.848
19,45%
15.029.612.806
14.684.401.500
15.813.518.294
14.455.370.329
13,55%
12.446.506.596
12.661.681.508
12.720.312.060
12.262.652.678
11,50%
9.444.056.939
8.520.124.647
8.066.889.542
6.913.161.552
6,48%
10.818.624.881
9.724.133.106
7.497.549.404
6.171.408.596
5,79%
4.652.902.475
5.379.821.652
5.554.396.593
5.597.294.145
5,25%
5.517.965.818
5.643.997.372
5.498.591.201
5.332.165.164
5,00%
4.539.877.317
4.727.650.015
5.202.156.290
5.188.507.332
4,86%
2.185.993.514
2.031.240.428
3.671.788.964
4.721.732.433
4,43%
3.561.683.101
3.933.060.116
4.090.311.532
4.615.452.060
4,33%
4.870.521.468
5.083.494.825
5.703.382.618
4.150.761.157
3,89%
5.049.455.277
4.843.484.653
4.886.370.585
3.619.440.590
3,39%
3.084.974.047
3.188.670.057
3.060.765.055
2.813.109.753
2,64%
1.457.981.861
1.465.245.943
1.511.010.803
1.394.571.892
1,31%
1.098.401.215
1.184.450.430
1.217.668.238
1.133.013.518
1,06%
2.035.001.499
2.099.699.105
1.852.937.671
923.048.830
0,87%
732.537.409
834.266.121
942.271.844
922.774.495
0,87%
885.864.150
855.714.236
868.068.116
819.182.403
0,77%
1.027.965.781
1.038.610.872
849.438.079
738.709.579
0,69%
820.569.062
777.229.482
774.890.901
662.767.102
0,62%
485.594.695
492.247.879
570.617.738
645.996.788
0,61%
625.819.540
737.356.771
772.923.937
569.335.408
0,53%
379.916.623
400.528.010
418.115.320
451.054.615
0,42%
361.488.129
392.019.158
398.927.158
342.646.653
0,32%
466.187.387
457.399.964
431.191.137
337.225.380
0,32%
320.929.557
367.794.319
397.390.652
297.357.290
0,28%
222.972.203
212.085.781
260.894.363
294.775.427
0,28%
220.978.686
218.610.510
239.018.176
235.661.490
0,22%
286.722.512
264.106.856
214.331.225
149.230.775
0,14%
53.895.286
107.422.212
87.144.398
105.974.395
0,10%
43.139.745
42.989.549
45.433.810
51.514.915
0,05%

C.   Tingkat Daya Saing

Tingkat daya saing suatu negara di kancah perdagangan internasional, pada dasarnya amat ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage). Lebih lanjut, faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan (Tambunan, 2001). Selain dua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka menghadapi tingkat persaingan global yang semakin lama menjadi sedemikian ketat/keras atau Hyper Competitive.
Analisis Hyper Competitive (persaingan yang super ketat) berasal dari D’Aveni (Hamdy, 2001), dan merupakan analisis yang menunjukkan bahwa pada akhirnya setiap negara akan dipaksa memikirkan atau menemukan suatu strategi yang tepat, agar negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi persaingan global yang sangat sulit.

Daya Saing Indonesia dalam Perdagangan Internasional

Ada beberapa hal yang mempengaruhi daya saing dalam perdagangan internasional. Menurut hasil survey IMD (International Management Development) daya saing Indonesia dibandingkan 30 negara-negara utama dunia lainnya, dipengaruhi beberapa hal, antara lain sebagai berikut :

1. Kepercayaan investor yang rendah (sebagai akibat resiko politik, credit rating yang rendah, diskriminasi dalam masyarakat, sistim penegakan hukum yang lemah, penanganan ketenagakerjaan, subsidi yang tinggi, banyak korupsi)
2. Daya saing bisnis yang rendah yang meliputi kualitas SDM yang masih rendah, hubungan perburuhan yang selalu bermusuhan (hostile), praktek-praktek bisnis yang tidak etis dan lemahnya corporate governance.
3. Daya saing yang rendah (nilai-nilai di masyarakat tidak mendukung daya saing dan globalisasi, kualitas wiraswasta dan kemampuan marketing yang rendah, produktivitas menyeluruh yang rendah)
4. Infrastruktur lemah (pendidikan dan kesehatan yang kurang, perlindungan hak patent dan cipta lemah, penegakan hukum lingkungan hidup yang lemah, biaya telekomunikasi internasional yang mahal, anggaran yang mahal, kurangnya alih teknologi, kurang ahli teknologi informasi).
Daya saing juga mengindikasikan terjadinya penguatan perekonomian domestik dengan orientasi dan daya saing global. Secara makro, teori globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai sebuah teori yang didasarkan atas asumsi perdagangan bebas/pasar bebas di seluruh dunia, tanpa adanya hambatan baik dalam bentuk tarif atau non tarif (Wibowo, 2004). Namun secara mikro, globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai sebuah inisiatif bisnis yang didasarkan atas kepercayaan bahwa dunia telah menjadi sedemikian homogen, seiring dengan makin mengaburnya perbedaan nyata antar pasar domestik. Tentang kerja sama regional, Hamdy (2001; 88) mengemukakan bahwa kerja sama ekonomi dan keuangan, khususnya di bidang perdagangan internasional, saat ini mengarah pada pembentukan kerja sama guna mewujudkan integrasi ekonomi dan keuangan secara regional.

Materi Referensi