Jumat, 20 Mei 2016

Neraca Pembayaran, Arus Modal Asing, dan Utang Luar Negeri


A.   Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan (yang terdiri dari neraca perdagangan, neraca jasa dan transfer payment) dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
1.      Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2.      Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.


B.   Arus Modal Masuk
Transaksi modal menggambarkan aliran keluar masuk modal di antara Indonesia dengan negara-negara lain. Dalam arus modal, dicatat dua golongan transaksi, yaitu:
·         Aliran modal pemerintah. Aliran ini dapat berupa pinjaman dan bantuan dari negara-negara asing yang diberikan kepada pemerintah.
·         Aliran modal swasta. Aliran modal swasta, terdiri atas investasi langsung, investasi portofolio, dan amortisasi. Investasi langsung adalah investasi untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan. Investasi portofolio adalah investasi dalam bentuk membeli saham-saham di negara lain. Amortisasi adalah pembelian kembali saham-saham atau kekayaan lain yang pada masa lalu telah dijual kepada penduduk negara lain.


C.   Utang Luar Negeri

Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.


Utang Luar Negeri Indonesia

Struktur pembiayaan pembangunan Indonesia selama pelaksanaan PJPT I banyak bergantung pada bantuan luar negeri dan perolehan dari ekspor minyak bumi. Hal tersebut dapat dimaklumi karena pada tahun 1970-an terjadi boom minyak bumi di pasaran dunia sehingga perekonomian kita sangat tergantung pada perolehan devisa dari hasil ekspor migas. Tetapi merosotnya harga minyak bumi dipasaran dunia pada tahun 1980-an mengingatkan bahwa kita tidak mungkin selamanya tergantung dari hasil ekspor migas, sehingga perlu dipacu perkembangan sektor non migas untuk meningkatkan perolehan devisa dari ekspor sektor ini.

Dalam hal pelaksanaan pendanaan bagi pembangunan negara diarahkan untuk berlandaskan pada kemampuan diri sendiri (berdikari), disamping dapat juga memanfaatkan sumber lainnya sebagai pelengkap, namun diusahakan tidak menjadi tergantung (khususnya) dari sumber dana dari luar negeri yang berbentuk hutang luar negeri. Implikasi dari besarnya hutang akan membuat rapuh kinerja perekonomian nasional. Dimana muara akhir dampak besarnya hutang luar negeri tersebut akan ditanggung oleh masyarakat banyak.

Dapat dikatakan sekarang ini Indonesia telah terjebak oleh utang luar negeri (debt trap) sekaligus menaikkan rangking kelas sebagai sebagai salah satu negara penghutang kelas berat di dunia. Faktor eksternal seperti Yendaka merupakan gejla yang tidak dapat ditolak bagi Indonesia.

Masalah utang luar negeri sebenarnya merupakan masalah bagi setiap negara, Amerika Serikat (AS) yang merupakan salah satu negara adi kuasa juga mempunyai utang luar negeri. Namun bagi negara berkembang, masalah ini, tidak hanya klasik namun juga telah menjadi rumit. Masalah utang  luar negeri bagi negara kita, harus dilihat dari banyak  segi (integral comprehenship), dan tidak dapat dilepaskan dari rangkaian sejarah pembangunan perekonomian nasional yang telah berjalan selama 50 tahun pasca Indonesia merdeka.

Utang luar negeri kita dapat dilihat dari perspektif absolut dan relatif.

Secara absolut perlu diketahui komposisi utang (apakah lebih banyak hutang swasta atau yang disebut privat debt terhadap utang resmi atau public and publicy quaranted debt), syarat utang (jatuh tempo atau maturities berupa tingkat lunaknya serta tingkat suku bunganya) biasanya lebih besar bila utang diperoleh melalui jalur umum dan lebih ringan kita melalui jalur pemerintah (bank dunia/ IMF).

Secara absolut utang luar negeri kita juga dapat dapat dilihat dalam kontrak neraca pembayaran luar negeri dan anggaran dasar. Semakin besar rasio hutang terhadap ekspor atau GDP dan semakin besar porsi pembayaran bunga dan cicilan hutang terhadap pengeluaran anggaran total, maka semakin dalam hutang merasuk kedalam perekonomian nasional. Tapi rasio atau angka juga suka diperbandingkan dengan negara berhutang lainnya.

Secara relatif jumlah utang Indonesia relatif lebih sedikit dari negara-negara Amerika Latin. Ada berbagai masalah political economy yang tersangkut dalam masalah utang luar negeri ini dalam era saat ini. Ini mencakup segi-segi persepsi mengenai anggaran, masalah pegawai negeri dan aspek keamanan. Mengenai anggaran kita ketahui bahwa peran anggaran telah berubah dari motor penggerak ekonomi menjadi faktor yang justru kontraktif, atau lebih sering disebut konservatif dalam upaya menggerakkan pertumbuhan. Restrukturisasi dibidang APBN adalah beralihnya peran minyak sebagai sumber anggaran ke pajak.

 Dalam era saat ini dapat disimpulkan bahwa bila disatu pihak izin atau ketentuan dipermudah (baca: biaya produksi lebih murah) maka dipihak lain pajak (baik pajak penghasilan maupun pajak pertambahan nilai) meningkat perannya sebagai sumber anggaran. Tetapi persoalannya tidak berhenti disini. Tidak dapat dipungkiri bahwa utang luar negeri telah berfungsi sebagai injeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan cara menutup defisit anggaran pembangunan dan defisit neraca pembayaran (kuncoro, 1994).

Namun tidak dapat dipungkiri terdapat kendala-kendala terhadap utang luar negeri yang kita terima yang semakin meningkat setiap tahunnya seperti :

1. Fakta bahwa selama ini semua komitmen bantuan atau pinjaman luar negeri berhasil dicairkan atau alokasi dana pinjaman tidak sepenuhnya mampu terserap dalam berbagai sektor kegiatan. Karena studi kelayakan proyek belum dikuti studi evaluasi bagi proyek yang telah berjalan untuk menilai efektivitas dan efisiensi penggunaan bantuan luar negeri.

2. Semakin meningkatnya utang luar negeri kita baik kepada negara-negara donor maupun lembaga-lembaga keuangan internasional yang tergantung dalam CGI.

3. Selain itu penanaman modal asing atau PMA yang bertujuan meningkatkan investasi dapat menyebabkan terjadinya capital flight atau pelarian modal keluar negeri apabila tidak dilakukan kontrol dan kebijakan yang tepat oleh pemerintah.

4. Utang luar negeri yang dilakukan oleh swasta sekalipun proporsinya lebih kecil (40%) dibandingkan pemerintah (60%). Tetapi kebanyakan berbentuk pinjaman komersial jangka pendek (1-3 tahun) dengan tingkat bunga yang cukup tinggi (10% - 15 % pertahun) yang tentu saja sangat berisiko apabila tidak dikelola dengan baik dapat dapat menyebabkan semakin meningkatkan volume utang luar negeri kita dan berakibat pada besarnya angka debt service ratio (DSR).

 5. Semakin berakumulatifnya utang luar negeri maka semakin responsif terhadap gejolak nilai tukar mata uang negara donor utama. Kesemua hal-hal ini yang telah disebut diatas menimbulkan suatu dilema terhadap bantuan luar negeri kita. Untuk itu dibutuhkan strategi yang dapat digunakan untuk memanfaatkan dana luar negeri yang tersedia tersebut agar seefektif dan seefisien mungkin.


Materi Referensi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar