A.
Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh
kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari
sudut ilmiah yang telah mapan, dll.
B. Garis
Kemiskinan
Konsep:
1. Garis Kemiskinan (GK) merupakan
penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non
Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per
bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
2. Garis Kemiskinan Makanan (GKM)
merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan
2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan
diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur
dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll)
3. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM)
adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.
Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di
perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.
Sumber Data :
Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi dan Kor.
Rumus Penghitungan :
GK = GKM + GKNM
GK = Garis Kemiskinan
GKM =
Garis Kemiskinan Makanan
GKNM
= Garis Kemiskinan Non Makan
C.
Penyebab dan Dampak Kemiskinan
Penyebab
Kemiskinan
Secara umum, penyebab kemiskinan dapat dibagi kedalam empat
mazhab (Spicker, 2002), yaitu: Pertama, Individual explanation, mazhab
ini berpendapat bahwa kemiskinan cenderung diakibatkan oleh
karakteristik orang miskin itu sendiri. Karakteristik yang dimaksud
seperti malas dan kurang sungguh-sungguh dalam segala hal, termasuk dalam bekerja. Mereka
juga sering salah dalam memilih, termasuk memilih pekerjaan, memilih jalan
hidup, memilih tempat tinggal, memilih sekolah dan lainnya. Gagal,
sebagian orang miskin bukan karena tidak pernah memiliki kesempatan,
namun ia gagal menjalani dengan baik kesempatan tersebut.
Seseorang yang sudah bekerja namun karena sesuatu
hal akhirnya ia diberhentikan (PHK) dan selanjutnya menjadi
miskin. Ada juga yang sebelumnya telah memiliki usaha yang baik, namun
gagal dan bangkrut, akhirnya menjadi miskin.
Sebagian lagi pernah memperoleh kesempatan
mengikuti pendidikan yang lebih tinggi, namun gagal menyelesaikannya, drop
out dan akhirnya menjadi miskin. Tidak jarang juga terlihat bahwa
seseorang menjadi miskin karena memiliki cacat bawaan. Dengan keterbatasannya
itu ia tidak mampu bekerja dengan baik, bersaing dengan yang lebih sehat
dan memiliki kesempatan yang lebih sedikit dalam berbagai hal yang dapat
menentukankondisi ekonomi hidupnya.
Kedua, Familial explanation, mazhab ini berpendapat bahwa
kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat pendidikan
orang tua yang rendah telah membawa dia kedalam kemiskinan.
Akibatnya ia juga tidak mampu memberikan pendidikan yang layak
kepada anaknya, sehingga anaknya juga akan jatuh pada
kemiskinan. Demikian secara terus menerus dan turun temurun.
Ketiga, Subcultural explanation, menurut mazhab ini bahwa
kemiskinan dapat disebabkan oleh kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat
karakteristik perilaku lingkungan. Misalnya, kebiasaan
yang bekerja adalah kaum perempuan, kebiasaan yang
engganuntuk bekerja keras dan menerima apa adanya, keyakinan
bahwa mengabdi kepada para raja atau orang terhormat meski tidak
diberi bayaran dan berakibat pada kemiskinan. Terkadang orang seperti
ini justru tidak merasa miskin karena sudah terbiasa dan memang
kulturnya yang membuat demikian.
Keempat, Structural explanations, mazhab ini menganggap bahwa
kemiskinan timbul akibat dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang
dibuat oleh adat istiadat, kebijakan, dan aturanlain menimbulkan perbedaan
hak untuk bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan
di antara mereka yang statusnya rendah dan haknya terbatas.
Kemiskinan yang disebabkan oleh dampak kebijakan pemerintah,
atau kebijakan yang tidak berpihak pada kaum miskin juga masuk
ke dalam mazhab ini, sehingga kemiskinan yang timbul itu sering disebut
dengan kemiskinan struktural.
Kemiskinan tidak hanya terdapat di desa, namun juga di kota.
Kemiskinan di desa terutama disebabkan oleh faktor-faktor antara lain:
(1)
Ketidakberdayaan.
Kondisi ini muncul karena kurangnya lapangan kerja, rendahnya
harga produk
yang dihasilkan mereka, dan tingginya biaya pendidikan
(2) Keterkucilan.
Rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya keahlian, sulitnya transportasi,
serta ketiadaan akses terhadap
kredit menyebabkan mereka terkucil dan menjadi miskin
(3) Kemiskinan
materi. Kondisi ini diakibatkan kurangnya modal, dan minimnya lahan
pertanianyang dimiliki menyebabkan
penghasilan mereka relatif rendah
(4) Kerentanan.
Sulitnya mendapatkan pekerjaan, pekerjaan musiman, dan bencana alam, membuat
mereka menjadi rentan dan miskin
(5) Sikap.
Sikap yang menerima apa adanya dan kurang termotivasi untuk bekerja
kerasmembuat mereka menjadi miskin.Kemiskinan di kota pada dasarnya
disebabkan oleh faktor-faktor yang sama dengan di desa,yang berbeda adalah
penyebab dari faktor-faktor tersebut, misalnya faktor ketidakberdayaan
dikota cendrung disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja, dan
tingginya biaya hidup.
Kemiskinan dapat juga disebabkan oleh:
(a) rendahnya kualitas angkatan kerja
(b) akses yang sulit dan terbatas terhadap kepemilikan modal
(c) rendahnya tingkat penguasaan teknologi
(d) penggunaan sumberdaya yang tidak efisien,
(e) pertumbuhan penduduk yang tinggi (Sharp et al,
2000).
Selain dari berbagai pendapat di atas, kemiskinan secara umum
disebabkan oleh dua faktor,yaitu faktor internal dan faktor eksternal.Faktor
internal adalah faktor yang datang dari dalam diri orang miskin, seperti
sikap yangmenerima apa adanya, tidak bersungguh-sungguh dalam berusaha,
dan kondisi fisik yangkurang sempurna. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor
yang datang dari luar diri si miskin,seperti keterkucilan karena akses
yang terbatas, kurangnya lapangan kerja, ketiadaankesempatan, sumberdaya alam
yang terbatas, kebijakan yang tidak berpihak dan lainnya.Sebahagian besar
faktor yang menyebabkan orang miskin adalah faktor eksternal.Beberapa
faktor penyebab kemiskinan lainnya adalah pertumbuhan ekonomi lokal
dan globalyang rendah, pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan
stabilitas politik yang tidak kondusif.
Dampak Kemiskinan di Indonesia
1.
Kriminalitas,
semakin banyak orang miskin maka semakin banyak pula kemiskinan yang terjadi. Masuk akal bila seorang kepala rumah
tangga menghalakan segala cara untuk menghidupi keluarganya yang kelaparan.
2.
Urbanisasi,
Orang berpikir bahwa tinggal di kota besar akan mendatangkan
penghasilan besar. Tapi semakin banyak orang yang datang
ke kota besar maka lapangan pekerjaan yang tersedia juga akan semakin
sedikit. Dan hal ini malahan akan memperparah tingkat pengagguran.
3.
Bunuh diri, banyak orang yang putus asa karena
tidak sanggup menghadapi kemiskinan, sehingga mengambil jalan pintas.
4.
Kebodohan,
semakin banyak rakyat miskin maka semakin banyak juga orang yang tidak bisa
mendapatkan pendidikan.
D.
Pertumbuhan, Kesenjangan, dan
Kemiskinan
Kesenjangan ekonomi,
biasa dikenal dengan istilah kesenjangan
pendapatan, kesenjangan
kekayaan, danjurang antara kaya dan miskin, mengacu
pada persebaran ukuran ekonomi di antara individu dalam kelompok, kelompok
dalam populasi, atau antarnegara. Para ekonom umumnya mengakui tiga
ukuran kesenjangan ekonomi:kekayaan, pendapatan, dan konsumsi. Persoalan kesenjangan ekonomi mencakup kesetaraan ekonomi,kesetaraan pengeluaran, dan kesetaraan kesempatan.
Tentu saja
diantara kesenjangan dan kemiskinan ada keterkaitan. Kemiskinan yang terjadi di
daerah perkotaan misalnya. Kota besar merupakan tempat yang relatif dihuni oleh
masyarakat menengah ke atas. Sehingga, menyebabkan terjadinya kesenjangan
diantara penduduk kaya dan miskin. Sering kali kita temukan dibalik megahnya
gedung-gedung pencakar langit, ada puluhan gubuk tempat tinggal para pendatang
yang tidak bisa bertahan hidup di kota besar seperti Jakarta. Inilah potret
kesenjangan nyata. Selalu ada kesenjangan dibalik kemiskinan.
E.
Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
a.Indikator kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur
tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua
kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering
digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga
alat ukur, yaitu:
• The Generalized Entropy(GE)
• The Generalized Entropy(GE)
• Ukuran Atkinson
• Koefisien Gini.
Yang paling sering dipakai adalah
koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada 0-1.
Bila
0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama daripendapatan)
Bila
1: ketidak merataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari Kurva Lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketida kmerataan distribusi pendapatan.
• Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0.
• Ketimpangan dikatakan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7.
• Ketimpangan dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49.
• Ketimpangan dikatakan rendah dengan nilai koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga grup :
1. 40% penduduk dengan pendapatan rendah.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari Kurva Lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketida kmerataan distribusi pendapatan.
• Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0.
• Ketimpangan dikatakan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7.
• Ketimpangan dikatakan sedang dengan nilai koefisien gini antara 0,36-0,49.
• Ketimpangan dikatakan rendah dengan nilai koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga grup :
1. 40% penduduk dengan pendapatan rendah.
2. 40% penduduk dengan pendapatan
menengah
3. 20% penduduk dengan pendapatan
tinggi dari jumlah penduduk.
b.Indikator
kemiskinan
Badan Pusat
Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan
per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan
(BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per
hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran
untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
BPS
menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu:
1.
Pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach)
2.
Pendekatan Head Count Index
Garis kemiskinan
terdiri dari 2 komponen, yaitu:
1. garis
kemiskinan makanan (food line) dan
2. garis
kemiskinan non makanan (non-food line).
F. Kemiskinan di Indonesia
Antara pertengahan tahun 1960-an sampai tahun 1996,
waktu Indonesia berada dibawah kepemimpinan Pemerintahan
Orde Baru Soeharto, tingkat kemiskinan
di Indonesia menurun drastis baik di desa maupun di kota, karena pertumbuhan
ekonomi yang cukup kuat dan adanya program-program penanggulangan kemiskinan
yang efisien. Selama pemerintahan Soeharto angka penduduk Indonesia yang
tinggal di bawah garis kemiskinan menurun drastis, dari awalnya sekitar
setengah dari jumlah keseluruhan populasi penduduk Indonesia, sampai hanya
sekitar 11 persen saja. Namun, ketika pada tahun 1990-an Krisis
Finansial Asia terjadi, tingkat kemiskinan melejit tinggi, dari 11
persen menjadi 19.9 persen di akhir tahun 1998, yang berarti prestasi yang
sudah diraih Orde Baru hancur seketika.
Tabel
berikut ini memperlihatkan angka kemiskinan di Indonesia, baik relatif maupun
absolut:
STATISTIK
KEMISKINAN DAN KETIDAKSETARAAN DI INDONESIA:
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
Kemiskinan
Relatif
(% dari populasi) |
17.8
|
16.6
|
15.4
|
14.2
|
13.3
|
12.5
|
11.7
|
11.5
|
11.0
|
Kemiskinan
Absolut
(dalam jutaan) |
39
|
37
|
35
|
33
|
31
|
30
|
29
|
29
|
28
|
Koefisien
Gini/
Rasio Gini |
-
|
0.35
|
0.35
|
0.37
|
0.38
|
0.41
|
0.41
|
0.41
|
-
|
Sumber:
Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Tabel di
atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan. Namun,
pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan dan kondisi yang tidak ketat
mengenai definisi garis kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang
lebih positif dari kenyataannya. Tahun 2014 pemerintah Indonesia mendefinisikan
garis kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp.
312,328. Jumlah tersebut adalah setara dengan USD $25 yang dengan demikian
berarti standar hidup yang sangat rendah, juga buat pengertian orang Indonesia
sendiri. Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank
Dunia, yang mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan
penghasilan kurang dari USD $1.25 per hari sebagai mereka yang hidup di bawah
garis kemiskinan, maka persentase tabel di atas akan kelihatan tidak akurat
karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut
Bank Dunia, angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari
USD $2 per hari mencapai angka 50.6 persen dari jumlah penduduk pada tahun
2009. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di
bawah garis kemiskinan. Laporan lebih anyar lagi di media di Indonesia
menyatakan bahwa sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar 60 juta
jiwa) hidup sedikit di atas garis kemiskinan.
Dalam
beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia memperlihatkan
penurunan yang signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan penurunan ini akan
melambat di masa depan. Mereka yang dalam beberapa tahun terakhir ini mampu
keluar dari kemiskinan adalah mereka yang hidup di ujung garis kemiskinan yang
berarti tidak diperlukan sokongan yang kuat untuk mengeluarkan mereka dari
kemiskinan. Namun sejalan dengan berkurangnya kelompok tersebut, kelompok yang
berada di bagian paling bawah garis kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu
untuk bangkit. Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka penurunan tingkat
kemiskinan yang berjalan lebih lamban dari sebelumnya.
G.
Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
1.
Tingkat
pendidikan yang rendah
2. Produktivitas tenaga kerja rendah
3. Tingkat upah yang rendah
4. Distribusi pendapatan yang timpang
5. Kesempatan kerja yang kurang
6. Kualitas sumberdaya alam masih rendah
7. Penggunaan teknologi masih kurang
8. Etos kerja dan motivasi pekerja yang
rendah
9. Kultur/budaya (tradisi)
10. Politik yang belum stabil
H. Kebijakan
Anti Kemiskinan
Krisis Ekonomi tahun 1998 memberikan hantaman yang
besar terhadap perekonomian nasional, termasuk meningkatnya angka kemiskinan
masyarakat yang naik menjadi 49,50 Juta atau sekitar 24,23 % dari jumlah
penduduk Indonesia, dari hanya 34,01 Juta (17,47 %) pada tahun 1996. Untuk
mengurangi angka kemiskinan akibat krisis ekonomi tersebut, pemerintah kemudian
menetapkan upaya penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu prioritas
pemerintah Indonesia.
Pelaksanaan
program penanggulanan kemiskinan yang dilakukan sejak tahun 1998 sampai saat
ini, secara umum mampu menurunkan angka kemiskinan Indonesia yang
berjumlah 47,97 Juta atau sekitar 23,43 % pada tahun 1999 menjadi 30,02 Juta
atau sekitar 12,49 % pada tahun 2011. Berdasarkan Worldfactbook, BPS, dan World
Bank, di tingkat dunia penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia termasuk
yang tercepat dibandingkan negara lainnya. Tercatat pada rentang tahun 2005
sampai 2009 Indonesia mampu menurunkan laju rata-rata penurunan jumlah penduduk
miskin per tahun sebesar 0,8%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian
negara lain misalnya Kamboja, Thailand, Cina, dan Brasil yang hanya berada di
kisaran 0,1% per tahun.
Pemerintah
saat ini memiliki berbagai program penanggulangan kemiskinan yang terintegrasi
mulai dari program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan sosial, program
penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat serta program
penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan usaha kecil, yang
dijalankan oleh berbagai elemen Pemerintah baik pusat maupun daerah.
Untuk
meningkatkan efektifitas upaya penanggulangan kemiskinan, Presiden telah
mengeluarkan Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, yang bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan hingga
8 % sampai 10 % pada akhir tahun 2014.
Terdapat
empat strategi dasar yang telah ditetapkan dalam melakukan percepatan
penanggulangan kemiskinan, yaitu:
- · Menyempurnakan program perlindungan sosial
- · Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar
- · Pemberdayaan masyarakat, dan
- · Pembangunan yang inklusif
Materi Referensi:
Alif Teguh Nugroho (2013). http://alifapaadanya.blogspot.co.id/2013/04/penyebab-kemiskinan-di-indonesia-serta.html.
Link. 25 April 2016
Destika Fizriani (2015). http://destikafizriani.blogspot.co.id/2015/05/penyebab-dan-dampak-kemiskinan.html.
Link. 25 April 2016
Yulia Rosdiana (2015). https://rosdianayulia35.wordpress.com/2015/05/02/67-5-indikator-kesenjangan-dan-kemiskinan/.
Link. 25 April 2016
Indonesia Investments (2016). http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/kemiskinan/item301.
Link. 25 April 2016
TNP2K (2016). http://www.tnp2k.go.id/id/program/sekilas/. Link. 25 April 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar